Bencana gempa yang terjadi pada tahun 2006 di Jogjakarta membuat perkembangan sektor property di Jogjakarta sempat terhenti selama beberapa waktu. Pada tahun pertama dan kedua pasca bencana tersebut cukup banyak pengembang yang gulung tikar karena berbagai sebab. Keterbatasan modal untuk perbaikan kawasan, sulitnya penjualan perumahan, juga melonjaknya harga material dan upah tenaga kerja menjadi beban berat yang harus dihadapi para pengembang. Walaupun demikian masih cukup banyak pengembang yang mampu bertahan dan sedikit demi sedikit mulai berekspansi kembali dengan membuka kawasan-kawasan baru. Pada tahun 2010 kondisinya sudah kembali membaik dan kelihatannya hampir tidak ada lagi ketakutan atau trauma konsumen untuk membeli perumahan di Jogjakarta. Perumahan yang mulai dipasarkan pada tahun 2010 antara lain adalah Perumahan Titi Jaya Residence Palagan dan Pesona Galuh Aji.
Perkembangan desain perumahan di kota-kota besar seperti Jakarta juga sangat berpengaruh terhadap desain yang digunakan pada kebanyakan perumahan di Jogjakarta. Trend desain yang dalam bahasa marketing disebut gaya minimalis sudah cukup banyak digunakan pada masa tersebut. Pada prinsipnya desain bangunan masih menggunakan desain bangunan tropis. Bentuk-bentuk kotak yang sederhana, pola garis-garis vertikal dan horisontal, dan minimya penggunaan profil atau ornamen menjadi dasar bagi para pengembang untuk menyebut perumahan yang mereka kembangkan berkonsep modern minimalis. Prinsip-prinsip desain tropis yang masih digunakan seperti penggunaan kanopi beton di atas jendela untuk mereduksi sinar matahari yang masuk melalui jendela sekaligus melindungi jendela dari tampias air hujan. Lubang angin berupa roster beton dipasang diatas jendela untuk mengoptimalkan sirkulasi udara. Warna dasar kebanyakan menggunakan warna abu-abu. Warna-warna cerah seperti oranye, hijau dan biru cenderung lebih berani digunakan pada fasad bangunan.